Jumat, 09 Agustus 2013

USAHA TERNAK AYAM KAMPUNG

H. Syamsur : Memuliakan Usaha Ayam Kampung

Beternaklah, jangan biarkan dirimu diternakkan seumur hidup!
Potensi beternak ayam kampung merupakan usaha yang menggiurkan, namun kesuksesan yang diperoleh oleh peternak karena keinginan yang kuat untuk terus belajar. Belajar adalah kunci keberhasilan dalam beternak ayam kampung. Kegagalan pasti ada, namun dengan niat yang kuat dan belajar terus menerus maka kesuksesan sudah didepan mata. Mari mencoba !

H. Syamsur tak pernah kenal kata putus asa dalam memulai usahanya ketika masih sendiri beternak ayam kampung. Tak lama kemudian, ia mengajak teman-teman dan keluarganya bergabung dan mendirikan Kelompok Ternak “Sipakatau”, dan dipercayakan sebagai ketua kelompok tersebut. Sangat terasa bahwa kelompok usaha ayam kampungnya ini terus maju dan berkembang. Alhasil, komoditas ayam kampung yang ia usahakan bersama kelompoknya tersebut ternyata memiliki prospek yang bagus dengan permintaan pasar yang begitu besar dan terkadang tak sanggup dipenuhi.
Yang menarik, Usaha ternak ayam kampung yang tergabung dalam kelompok ternak “sipakatau” ini selain mendapat dukungan dana dari pemerintah, H. Syamsur dan anggota kelompoknya tak segan-segan membiayai usaha kelompoknya dengan mengeluarkan koceknya sendiri. Ia optimis bahwa usaha kelompok ternak ayam kampungnya ini memiliki nilai yang sangat besar bagi diri dan keluarganya, kelompok ternaknya, masyarakat sekitar tempat ia tinggal.

Di tangannya, kelompok ternaknya bisa meraih penghargaan dari Gubernur Sulsel sebagai juara 3 tingkat propinsi sulsel, dan penghargaan tingkat nasional sebagai juara harapan I dan tingkat propinsi sulsel kembali lagi meraih juara I. Penghargaan ini berkat pretastasi dan kegigihannya memimpin kelompok ternaknya karena di nilai bisa menghasilkan produksi anak ayam umur sehari (DOC) melalu mesin tetas yang dirakit sendiri.

Usaha kelompok ternak ayam kampung “Sipakatau” yang dipimpin H. Syamsur kini menjadi buah usaha yang khas bagi siapa saja yang berkunjung ke Kelurahan Tanah Loe, Kecamatan Gantarangkeke sebelah utara Ibu Kota Kabupaten Bantaeng. Dengan jarak tempuh dari kota Bantaeng ± 11 km, serta dari Ibukota Propinsi yakni Makassar ±165 km, tidak sulit menemukan rumah H. Syamsur yang tak pernah sepi dari pengunjung yang ingin melihat langsung usaha ayam kampung dan juga para pedagang yang datang membeli ayam dan telur. 

Berbekal pendidikan SLTA, awalnya H. Syamsur menjalani aktifitasnya sebagai petani kebun coklat. Tak lama selang beberapa tahun, Pria kelahiran Bantaeng 11 Desember 1978 ini, tertarik dengan usaha penetasan telur ayam milik ponakannya. Dari sini H. Syamsuri terinspirasi dengan usaha ponakannya itu, lalu ia coba membeli DOC (ayam umur sehari) dari usaha ponakannya itu sebanyak 19 ekor. Dari jumlah inilah ia memulai usahanya secara mandiri hingga akhir tahun 2008. Disini ia terus belajar dan menganalisa bagaimana ia juga membuat mesin penetas sendiri sehingga bisa menghasilkan anak ayam DOC yang bagus, seragam dan yang sesuai dengan sifat genetik alami dari ayam kampung. 

13486574111583514171
H. Syamsur, Ketua Kelompok Ternak Ayam Kampung

Dengan modal keberanian dan tekadnya yang begitu besar untuk maju, H.Syamsur akhirnya membuat mesin penetas sendiri. Ia merakit mesin penetas tersebut dengan kapasitas 300 butir, dan berupaya agar kapasitas mesin tersebut bisa diisi penuh. Harga telur yang ia beli untuk tetaskan pada saat itu Rp. 1200 per butir. Ternyata hasil percobaan dari telur yang ia tetaskan sejumlah 300 butir itu gagal karena sama sekali tak ada telur yang menetas.
Pria berdarah asli Makassar ini menegaskan, kesalahkaprahan dalam mengelola telur ayam yang akan di tetaskan bisa berdampak kegagalan seperti yang dialaminya. “Dengan rasa penasaran saya mencoba dengan keyakinan kuat untuk memasukkan lagi telur sebanyak 150 butir yakni setengah dari kapasitas mesin penetas, karena hasil analisa saya mungkin ada yang salah dalam hal teknis baik itu telur yang akan di tetaskan maupun kondisi mesin saat telur di tetaskan, ternyata selama 21 hari lamanya proses penetasan, hasilnya belum begitu memuaskan yakni hanya 3 ekor dari 150 butir yang ditetaskan”, ujar Syamsur penuh semangat.
Anak ayam umur sehari (DOC) akhirnya bisa dihasilkan H. Syamsur setekah ia mencoba ketiga kalinya, jumlah yang menetas adalah 50% dari 300 butir yang ia tetaskan. Cukup memuaskan baginya dengan persentase daya menetas telurnya. Dan selanjutnya penetasan yang ke empat, ia mencoba lagi memasukkan telur 300 butir dan ternyata hasilnya lagi-lagi sangat menakjubkan yakni daya tetas mencapai 65% dari 300 butir.
“Dari persentase yang memuaskan tersebut, saya sudah mulai menjual anak ayam DOC dengan harga Rp. 5000 ke para petani yang berminat. Dan sebagian DOC yang dihasilkan, saya pelihara secara intensif untuk kemudian di jadikan induk lagi, hingga berumur 6 bulan. Hingga induk ini bertelur dan selanjutnya telurnya akan ditetaskan lagi, dan begitu seterusnya”, ujar H. Syamsur ketika Kompasianer menemui di rumahnya.
Tahun 2009, H. Syamsur merasa usaha peternakan ayam kampungnya semakin dinamis dan berkembang akhirnya timbul inisiatif dalam dirinya untuk mendirikan sebuah kelompok ternak ayam kampung. “Keberadaan kelompok ternak menjadikan sangat penting dalam usahanya, sekaligus posisi tawar dalam hal akses sumberdaya juga semakin kuat, pemerintah dan berbagai kalangan terkadang memandang petani ternak ketika mereka sudah berdiri dan berada dalam sebuah kelompok”, ujar H. Syamsur yang saat ditemui kedatangan 4 pemuda desa yang hendak magang di kelompok usaha ternak ayam kampungnya.

13486575791074144504
Usaha ternak ayam kampung memiliki prospek yang sangat menjanjikan, selain telur juga daging ayam kampung sangat diminati masyarakat (foto imansyah rukka)

13486583091186495034
Ayam kampung umur 0 - 2 bulan adalah pasar yang paling empuk bagi restoran (foto : Imansyah Rukka)

13486597441597588555
Peluang pasar ayam kampung tetap terbuka lebar, ketika permintaan pasar lebih besar dari persediaan yang ada (foto : Imansyah Rukka) 

13486590331878725270
Mesin penetas Ia rakit sendiri dengan kapasitas 300 butir, setelah menetas menjadi anak ayam umur sehari (DOC), yang siap untuk di pasarkan dan juga pembesaran (Foto; Imansyah Rukka)

1348659363827978605
Mesin pembuat pakan yang dimiliki kelompok ternak 

Hasil musyawarah rapat yang Ia lakukan bersama teman-teman sekampungnya, diputuskan kelompok ternak tersebut bernama “Sipakatau”, H. Syamsur terpilih menjadi ketua dengan beranggotakan 7 orang.
Awalnya, kelompok ternak sipakatau saat itu memiliki populasi sekitar 300 ekor. Dalam perjalanan usaha oleh kelompok ternak “Sipakatau” tersebut, lama kelamaan mulai dilirik oleh pemda setempat dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Bantaeng. Dengan begitu tim Dinas tersebut turun survey ke lapangan guna melihat langsung usaha kelompoknya. Ternyata usaha kelompok ternaknya memenuhi syarat untuk memperoleh bantuan. “Sangat pas ketika Dinas Pertanian dan Peternakan Kab.Bantaeng berkunjung melihat langsung usaha kami dan kelayakannya karena saat itu kami memang sangat butuh bantuan permodalan”, jelas H. Syamsur, ayah dari dua anak ini penuh semangat.
Maka Tahun 2010 kelompok ternaknya resmi mendapatkan dukungan dana dari program bantuan sosial (bansos) berupa uang tunai dari pemerintah propinsi Sulsel senilai Rp. 149 Juta. Dana inilah yang digunakan H. Syamsur bersama kelompok ternaknya dalam mengembangkan usaha ternak ayam kampung untuk membiayai kandang, penetasan DOC, Pakan, obat-obatan dan vitamin dan lain sebagainya. 

Usaha peternakan ayam kampung kelompok ternak “sipakatau” ini terbagi di empat lokasi perkandangan. Dengan berbagai pertimbangan kelompoknya serta tidak adanya lokasi yang layak untuk pengembangan usaha ayam kampung, sehingga kesepakatan bersama teman-teman kelompok maka lokasinya ia bagi menjadi empat lokasi. Dengan masing-masing ukuran luas kandang yang bervarisi di setiap lokasi. Untuk kandang ayam yang berada di lokasi 100 meter dari rumah H. Syamsur ukurannya 12×13 m, sedangkan yang dilokasi lain ukuran kandangnya 10×15 m. Begitu juga dengan dilokasi yang agak jauh yakni ukurannya 5×20 m.

1348660705588208095
Kandang Batterai untuk pemeliharaan ayam kampung di periode bertelur dan kandang ini setiap flock dcampur dengan ayam jantan untuk menghasilkan telur yang siap ditetaskan (Foto : Imansyah Rukka)

1348660880978393564
Kandang Batterai yang khusus dipersiapkan untuk produksi telur konsumsi (Foto : Imansyah Rukka)

“Untuk biaya rehabilitasi kandang-kandang tersebut kami lakukan secara swadaya di kelompok, karena dana bantuan sosial pusat yang dialokasikan kepada kelompok ternak kami setelah di kalkukasi tidak mencukupi. Untuk setiap lokasi saja terdapat kandang batterai yang mana membutuhkan dana sekitar 3-5 jutaan setiap kandang. Dan total dana swadaya yang dialokasikan dari kelompok saat itu sekitar 15 juta”, Ujar H. Syamsur
H. Syamsur akui bahwa banyak keuntungan yang didapatkan dari program bantuan sosial tersebut adalah kelompok ternaknya tidak lagi membeli bibit DOC. Sebagai contoh, bibit DOC dengan harga 10 ribu rupiah per ekor, bisa menjadi 5 ribu rupiah karena DOC bisa di produksi sendiri dengan mesin penetas yang sudah ada. Sehingga selisih dari harga itu ia bisa kelolah dengan baik untuk digunakan dengan pembelian pakan jadi. 

Terinspirasi dari berbagai informasi dan bacaan seputar penetasan hingga pola pemeliharaan ayam kampung, usaha kelompok ternak ayam kampung H. Syamsur terbagi beberapa periode pemeliharaan, antara lain umur 0 – 2 bulan yakni dengan cara diumbar. Vaksinasi diperiode ini diberikan diumur 4 hari yakni ND Clone produksi medion. Selanjutnya vaksinasi gumboro di lakukan di umur 1 – 3 minggu berturut-turut. Selanjutnya di umur 18-20 hari dilakukan lagi vaksinasi ND dengan injeksi.
“Pemeliharaan ayam kampung tidak bisa lepas dari pola pemberian pakan di umur 0 – 2 bulan, karena di umur ini adalah periode kritis dimana pertumbuhan ayam yang sangat menentukan baik tidaknya produksi telur. Pakan yang ia berikan pakan jadi butiran BP 11 produksi Japfa yang dibeli dari poultry shop dengan konsumsi untuk 100 ekor sebanyak 150 kg”, Terang H. Syamsur.
Selanjutnya masa pemeliharaan di umur 2 – 4 bulan. H. Syamsur secara konsisten mengikuti program petunjuk pemeliharaan ayam kampungnya. Periode ini dilakukan Vaksinasi ND-AI. Sedangkan konsumsi pakan yang dihabiskan di masa pemeliharaan 2-4 bulan ini adalah 600 kg yang terdiri dari jagung, dedak dan konsentrat dengan perbandingan 35;40;25.

“Fase pemeliharaan bertelur, dimulai umur 6 – 24 bulan. Di Fase ini ayam sudah berada di dalam kandang batterai hingga berproduksi. Di kandang batterai ini di bagi menjadi dua, yakni ayam yang produksi telurnya untuk di tetaskan dan ayam untuk produksi telur yang di konsumsi. Untuk pemeliharaan ayam untuk produksi telurnya akan ditetaskan, dalam satu flock dicampur dengan ayam pejantan dengan perbandingan 1 ; 3, artinya satu ekor jantan dapat mengawini tiga ekor ayam betina. “Sedangkan ayam kampung yang produksi telurnya siap untuk konsumsi tidak perlu menggunakan ayam jantan dalam floknya. Jumlah tolal keseluruhan ayam kampung jantan yang dipelihara di kelompok ternak ‘siapakatau”nya adalah sekitar 120 ekor dengan perbandingan betina sekitar 360 ekor”, ujar H. Syamsuri.
Lama berproduksi ayam kampung kelompok ternak H. Syamsur rata-rata adalah 18 bulan, umur 5 bulan ayam sudah mulai bertelur, dengan 5- 10 butir. Masuk umur 6 bulan ayam sudah bisa membiayai dirinya, disini produksi telur sudah mulai nampak sekitar 50% produksi dan hingga umur 8 bulan bisa mencapai puncak produksi 65%. Semua ia ikuti dengan sistem pemeliharaan yang intensif. 

Mengaplikasikan
Sosok H. Syamsuri termasuk seorang peternak yang terus berinovasi dengan teknolgi tepat guna dan ia tidak puas pada analisa diatas kertas soal formulasi pakan. Tahun 2012 ini ia bersama kelompoknya belajar menyusun ransum dan membuat formulasi pakan sendiri dengan mencari bahan baku yang murah serta mudah di dapat. Ia sengaja mencoba formulasi pakan yang ia ramu sendiri di umur 0-2 bulan agar hasil pekerjaannya itu bisa bermanfaat dan bernilai ekonomis yang tinggi. Meski kenyataan dalam pengamatannya ketika membandingkan pakan jadi dengan pakan buatannya sendiri masih terlihat perbedaan yang sangat nyata yakni pada saat pertumbuhan ayam telihat agak lambat dibandingkan dengan pakan komersial.
Pembuatan formulasi pakan ayam kampungnya, di fasilitasi oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Bantaeng. Fasilitas yang berikan selain tenaga nutrisionis dan feed formulator juga fasilitas alat untuk membuat pakan antara lain dismill, mixer, boskuler dan fellet yang semuanya di berikan oleh pusat melalui Dinas Pertanian dan Peternakan Kab Bantaeng.
Dasar pemikiran H. Syamsur menyusun pakan dengan formulasi sendiri, karena disamping nilai ekonomis dari usaha juga perbedaan harga antara pakan dengan pakan buatan sendiri sangat jauh. “Untuk pakan jadi saja bisa 6000 ribu per kg, sedangkan pakan dengan mixing sendiri dengan bahan baku yang terdiri dari ; Jagung, dedak, bungkil kelapa, tepung ikan, kulit coklat, kacang hijau, bungkil biji kapuk ketika dikalkulasi jatuhnya hanya 4.800 per kg, dari sini kami bisa menekan harga pakan dimana biayanya paling besar dari keseluruhan biaya produksi yang ada”, ungkap H. Syamsur.

Pasar
Pemasaran yang di lakukan H. Syamsur dalam usaha kelompok ternak ayam kampung sipakatau” selain menghasilkan anak ayam DOC 2000 ekor per bulan dengan harga 7 ribu per ekor, kelompoknya juga menjual telur ayam kampung untuk konsumsi warung kopi dengan harga 1500 per butir.
“Untuk populasi 200 ekor, hasil penjualannya bisa di dapat 30 ribu bersih rupiah per hari, sedangkan untuk penjualan ayam, bisa di dapat keuntungan 5 ribu per ekor”, katanya.
Ditambah lagi penjualan ayam kampung umur 0-70 hari dan umur 2 bulan (50-60 hari)masing-masing dengan harga 25 ribu per ekor dan 20 ribu per ekor dengan tujuan pelanggannya yang tersebar Kab. Bantaeng dan Kab. Jeneponto. Terkadang ada juga pembeli yang datang langsung ke peternakan dan tentunya harga belinya pasti lebih bagus yakni 35 ribu per ekor.
H. Syamsur yang berlatar belakang anak seorang petani tersebut senang dan bangga bisa memiliki kelompok ternak ayam kampung karena bisa mengajari para warga desa atau siapa saja yang ingin mengelola dan melestarikan plasma nutfah ayam kampung asli. Disamping terus mengembangkan riset bagaimana menghasilkan anak ayam DOC yang berkualitas, belakangan H. Syamsur juga giat mengombinasikan berbagai formulasi bahan pakan yang ia dapatkan secara mudah dan murah untuk disusun, di campur lalu diberikan kepada ternak ayamnya sebagai pakan yang berkualitas. Selain efisien dan efektif bagi ayam, juga bagi dirinya dan seluruh masyarakat yang ingin mendapatkan manfaat dari beternak ayam kampung.

“Saya ini orang Indonesia asli, saya berdarah Makassar, tumbuh besar di kampung halaman saya yang di kenal dengan istilah “Butta Toa” Bantaeng Sulsel, obsesi saya ingin menjadi populer dengan ayam kampung yang saya pelihara, bukan hanya sekedar beternak namun banyak nilai-nilai kemuliaan yang ia dapatkan selama memelihara ayam kampung. Dengan begitu memuliakan usaha ayam kampung sama halnya dengan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya dengan ayam kampung”, Ujar H. Syamsur.
H. Syamsur berharap ke depannya pihak pemerintah bisa terus memberikan akses pemasaran bagi kelompok ternaknya. Selain itu ia ingin bergabung di organisasi Himpunan Peternak Ayam Lokal (Himpuli) yang berpusat di Bogor dan menjadi pengurus di tingkat propinsi agar tidak ketinggalan informasi mengenai usaha ternak ayam kampung”, tutur H. Syamsur tentang perjalanan hidupnya. (IR)


Ternak Yang Lain Baca Juga :

1 komentar:

  1. begitu saya membaca artikel ini, saya langsung sangat tertarik untuk mencoba bisnis ini. saya pasti akan mencoba bisnis ini..

    BalasHapus

Mari Berbagi Ilmu Disini :

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...