Anehnya, meski telah menggunakan anti lalat yang dipromosikan efektif dan sederhana, nyatanya ?sang teroris? tak kunjung tuntas diberantas
Wawan, sebut saja begitu, berulangkali harus menjawab dering telepon selulernya. Meski sepertinya antara satu dering dengan dering berikutnya berbeda person, tapi percakapan yang berlangsung dengan orang di seberang terdengar senada. Semua pada intinya mengorder produk antilalat yang diperdagangkan oleh sebuah perusahaan distributor obat hewan ternama di tanah air. Dan sebagai tenaga pemasaran di perusahaan tersebut, Wawan terhitung November ini kebanjiran order obat antilalatnya.
Sementara itu, di tempat berbeda, Surono, seorang peternak layer dengan kapasitas kandang lebih dari 100 ribu mulai gelisah beberapa waktu terakhir. Pasalnya, beberapa kali ia telah mendapat keluhan dari warga soal banyaknya lalat yang sampai di pemukiman. Sebelum populasi ayamnya sebesar saat ini, lalat di kandang masih terkendali, tapi belakangan ia mulai kewalahan mengatasi berjibunnya serangga tersebut. Fenomena ini dirasakannya nyata awal November, saat hujan sudah mulai sering menyambangi areal kandangnya. Dan anehnya, meski ia telah menggunakan antilalat yang dipromosikan efektif dengan aplikasi sederhana, nyatanya ?sang teroris? tak kunjung tuntas diberantas. Seakan jagoan yang sakti mandraguna, lalat-lalat itu kebal terhadap berbagai obat antilalat.
Terkonsentrasi Akibat Migrasi
Tak dapat terelakkan, iklim menjadi salah satu variabel pemicu tingginya kepadatan lalat di areal budidaya unggas. Baik itu layer maupun broiler. Fakta tersebut diiyakan oleh drh Hananto, Technical Manager Animal Health Business Unit PT Novartis Indonesia. ? Salah satu faktor utama lalat terkonsentrasi tinggi di kandang adalah musim,? tutur Hananto.
Meskipun, menurut Hananto, sebenarnya populasi lalat secara keseluruhan tidak meningkat secara berarti. Yang terjadi, lalat bermigrasi ke areal kandang karena areal di luar kandang basah, sementara di kandang terlindung dan terdapat sumber makanan yang begitu melimpah. Kotoran ayam merupakan sumber makanan lalat dengan nutrisi sangat tinggi, khususnya protein. Dan jika musim penghujan tiba, biasanya lingkungan kandang jadi lembab, yang disukai lalat untuk berkembang biak.
Tak dapat terelakkan, iklim menjadi salah satu variabel pemicu tingginya kepadatan lalat di areal budidaya unggas. Baik itu layer maupun broiler. Fakta tersebut diiyakan oleh drh Hananto, Technical Manager Animal Health Business Unit PT Novartis Indonesia. ? Salah satu faktor utama lalat terkonsentrasi tinggi di kandang adalah musim,? tutur Hananto.
Meskipun, menurut Hananto, sebenarnya populasi lalat secara keseluruhan tidak meningkat secara berarti. Yang terjadi, lalat bermigrasi ke areal kandang karena areal di luar kandang basah, sementara di kandang terlindung dan terdapat sumber makanan yang begitu melimpah. Kotoran ayam merupakan sumber makanan lalat dengan nutrisi sangat tinggi, khususnya protein. Dan jika musim penghujan tiba, biasanya lingkungan kandang jadi lembab, yang disukai lalat untuk berkembang biak.
Alhasil, lalat berbondong-bondong ke kandang ayam. ?Jadi lebih disebabkan faktor migrasi, hingga terkonsentrasi,? tandas pria yang lebih sering di lapangan daripada di kantor ini. Selain itu, kelembaban yang tinggi dan nutrisi yang cukup ini turut mendorong perpendekkan siklus hidup lalat, peralihan larva menjadi pupa dan selanjutnya menjadi lalat dewasa. Fenomena ini pun bisa jadi makin mempertinggi populasi, karena dengan interval waktu pendek lalat sudah cepat menetas.
Kontrol yang Terintegrasi
Di lapangan, peternak sering kali mengalami frustasi akibat penanganan yang dilakukannya dalam pemberantasan lalat tidak efektif sama sekali. Sehingga tidak sedikit peternak yang tidak percaya akan efektivitas antilalat. Dan akhirnya kembali menggunakan ?cara lama? dengan menaburkan banyak-banyak kapur alias gamping di atas kotoran ayam. Hananto tidak menganjurkan ini dilakukan, karena bisa jadi bumerang bagi kesehatan ayam yang ujungnya berdampak pada produktivitas. ?Meski efektif membasmi lalat, kapur ?terutama bila basah? akan mengeluarkan asap yang dapat mengganggu pernafasan ayam,? jelas dokter hewan lulusan UGM ini.
Di lapangan, peternak sering kali mengalami frustasi akibat penanganan yang dilakukannya dalam pemberantasan lalat tidak efektif sama sekali. Sehingga tidak sedikit peternak yang tidak percaya akan efektivitas antilalat. Dan akhirnya kembali menggunakan ?cara lama? dengan menaburkan banyak-banyak kapur alias gamping di atas kotoran ayam. Hananto tidak menganjurkan ini dilakukan, karena bisa jadi bumerang bagi kesehatan ayam yang ujungnya berdampak pada produktivitas. ?Meski efektif membasmi lalat, kapur ?terutama bila basah? akan mengeluarkan asap yang dapat mengganggu pernafasan ayam,? jelas dokter hewan lulusan UGM ini.
Mengenai ? membandelnya? lalat dibasmi dengan antilalat, pria yang sudah belasan tahun terjun di bisnis pembasmian lalat ini, menilai cara peternak dalam memahami hama lalat sering masih parsial. ?Kebanyakan peternak beranggapan hanya lalat dewasa saja yang mengganggu, sementara larva tidak terlalu diperhatikan keberadaannya,? terang Hananto. Padahal, lalat dewasa hanya menempati porsi 20% dari total lalat dalam berbagai stadiumnya. Selebihnya, berupa larva 1, 2, 3 dan pupa.
Sehingga, sambung Hananto, penanganan lalat di areal kandang unggas tidak bisa tidak, harus terintegrasi, menyeluruh. Selain itu, dibarengi pengetahuan yang tepat akan teknis aplikasi pemberantasannya. Karena kadangkala, sebagian peternak lain telah paham lalat tidak hanya yang dewasa tapi juga larva, tetapi dalam aplikasinya kurang tepat, sehingga berkontribusi pula pada ketidakberhasilan pembasmian. Maka sebelum memutuskan penggunaan antilalat apa yang akan dipilih, peternak mesti paham dahulu lalat, siklus hidupnya, cara-cara pengendaliannya, sampai jenis-jenis antilalat yang ada.
Konsepnya integrated fly control (pengendalian lalat terintegrasi-red)!? tandas Hananto lagi. Maksud dia, penanganan tersebut mencakup aspek kontrol fisik, biologis dan kimiawi (Baca: ?Tiga Kiat Basmi Lalat?). Menurut Hananto, ketiganya harus berjalan secara paralel.
Hal lain yang menjadi titik kritis adalah, ?Penggunaan obat yang harus tepat dosis, jangan terbiasa mengurangi dosis dengan alasan penghematan,? tegas Hananto. Dan ini harus disosialisasikan pada anak kandang. Prinsip yang digunakan jangan asal murah, tapi berpegang pada ?cost effectively? (pembiayaan efektif-red).
Selengkapnya baca Majalah TROBOS edisi Desember 2007
Informasi yang mantap, mari belajar terus-menerus.
BalasHapus